KISAH KAROMAH UMAR
Kisah 1
Ibnu Abi
Dunya meriwayatkan bahwa ketika `Umar bin Khattab r.a. melewati pemakaman
Baqi’, ia mengucapkan salam, “Semoga keselamatan dilimpahkan padamu, hai para
penghuni kubur. Kukabarkan bahwa istri kalian sudah menikah lagi, rumah kalian
sudah ditempati, kekayaan kalian sudah dibagi.” Kemudian ada suara tanpa rupa
menyahut, “Hai `Umar bin Khattab, kukabarkan juga bahwa kami telah mendapatkan
balasan atas kewajiban yang telah kami lakukan, keuntungan atas harta yang yang
telah kami dermakan, dan penyesalan atas kebaikan yang kami tinggalkan.”
(Dikemukakan dalam bab tentang kubur)
Yahya bin
Ayyub al-Khaza’i menceritakan bahwa `Umar bin Khattab mendatangi makam seorang
pemuda lalu memanggilnya, “Hai Fulan! Dan orang yang takut akan saat menghadap
Tuhannya, akan mendapat dua surga (QS Al-Rahman [55]: 46). Dari liang kubur
pemuda itu, terdengar jawaban, “Hai ‘Umar, Tuhanku telah memberikan dua surga
itu kepadaku dua kali di dalam surga.” (Riwayat Ibnu ‘Asakir)
Kisah 2
Al Taj
al-Subki mengemukakan bahwa salah satu karamah Khalifah ‘Umar al-Faruq r.a.
dikemukakan dalam sabda Nabi yang berbunyi, “Di antara umat-umat scbclum
kalian, ada orang-orang yang menjadi legenda. Jika orang seperti itu ada di
antara umatku, dialah ‘Umar.”
Kisah 3
Diceritakan
bahwa `Umar bin Khattab r.a. mengangkat Sariyah bin Zanim al-Khalji sebagai
pemimpin salah satu angkatan perang kaum muslimin untuk menycrang Persia. Di
Gerbang Nihawan, Sariyah dan pasukannya terdesak karena jumlah pasukan musuh
yang sangat banyak, sehingga pasukan muslim hampir kalah. Sementara di Madinah,
`Umar naik ke atas mimbar dan berkhutbah. Di tengah-tengah khutbahnya, ‘Umar
berseru dengan suara lantang, “Hai Sariyah, berlindunglah ke gunung.
Barangsiapa menyuruh esrigala untuk menggembalakan kambing, maka ia telah
berlaku zalim!” Allah membuat Sariyah dan seluruh pasukannya yang ada di
Gerbang Nihawan dapat mendengar suara `Umar di Madinah. Maka pasukan muslimin
berlindung ke gunung, dan berkata, “Itu suara Khalifah `Umar.” Akhirnya mereka
selamat dan memperoleh kemenangan.
Al Taj
al-Subki menjelaskan bahwa ayahnya (Taqiyuddin al-Subki) menambahkan cerita di
atas. Pada saat itu, Ali menghadiri khutbah `Umar lalu ia ditanya, “Apa maksud
perkataan Khalifah `Umar barusan dan di mana Sariyah sekarang?” Ali menjawab,
“‘Doakan saja Sariyah. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.” Dan setelah
kejadian yang dialami Sariyah dan pasukannya diketahui umat muslimin di
Madinah, maksud perkataan `Umar di tengah-tengah khutbahnya tersebut menjadi
jelas
Menurut al
Taj al-Subki, `Umar r.a. tidak bermaksud menunjukkan karamahnya ini, Allah-lah
yang menampakkan karamahnya, sehingga pasukan muslimin di Nihawan dapat
melihatnya dengan mata telanjang, seolah-olah `Umar menampakkan diri secara
nyata di hadapan mereka dan meninggalkan majelisnya di Madinah sementara
seluruh panca indranya merasakan bahaya yang menimpa pasukan muslimin di
Nihawan. Sariyah berbicara dengan `Umar seperti dengan orang yang ada
bersamanya, baik `Umar benar-benar bersamanya secara nyata atau seolah-olah
bersamanya. Para wali Allah terkadang mengetahui hal-hal luar biasa yang
dikeluarkan oleh Allah melalui lisan mereka dan terkadang tidak mengetahuinya.
Kedua hal tersebut adalah karamah.
Kisah 4
Dalam kitab
al-Syamil, Imain al-Haramain menceritakan Karamah ‘Umar yang tampak ketika
terjadi gempa bumi pada masa pemerintahannya. Ketika itu, ‘Umar malah
mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah, padahal bumi bergoncang begitu
menakutkan. Kemudian `Umar memukul bumi dengan kantong tempat susu sambil
berkata, “Tenanglah kau bumi, bukankah aku telah berlaku adil kepadamu.” Bumi
kembali tenang saat itu juga. Menurut Imam al-Haramain, pada hakikatnya `Umar
r.a. adalah amirul mukminin secara lahir dan batin juga sebagai khalifah Allah
bagi bumi-Nya dan bagi penduduk bumi-Nya, sehingga `Umar mampumemerintahkan dan
menghentikan gerakan bumi, sebagaimana ia menegur kesalahan-kesalahan penduduk
bumi.
Kisah 5
Imam
al-Haramain juga mengemukakan kisah tentang sungai Nil dalam kaitannya dengan
karamah ‘Umar. Pada masa jahiliyah, sungai Nil tidak mengalir sehingga setiap
tahun dilemparlah tumbal berupa seorang perawan ke dalam sungai tersebut.
Ketika Islam datang, sungai Nil yang seharusnya sudah mengalir, tenyata tidak
mengalir. Penduduk Mesir kemudian mendatangi Amr bin Ash dan melaporkan bahwa
sungai Nil kering sehingga diberi tumbal dengan melempar seorang perawan yang
dilengkapi dengan perhiasan dan pakaian terbaiknya. Kemudian Amr bin Ash r.a.
berkata kepada mereka, “Sesungguhnya hal ini tidak boleh dilakukan karena Islam
telah menghapus tradisi tersebut.” Maka penduduk Mesir bertahan selama tiga
bulan dengan tidak mengalirnya Sungai Nil, sehingga mereka benar-benar
menderita.
‘Amr menulis
surat kepada Khalifah `Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa tersebut.
Dalam surat jawaban untuk ‘Amr bin Ash, ‘Umar menyatakan, “Engkau benar bahwa
Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu,
lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!” Kemudian Amr membuka kertas tersebut
sebelum melemparnya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan
Khalifah ‘Umar untuk sungai Nil di Mesir yang menyatakan, “Jika kamu mengalir
karena dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan
Maha Perkasa yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Esa dan
Maha Perkasa untuk membuatmu mengalir.” Kemudian ‘Amr melempar kertas tersebut
ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-bcnar terjadi. Sementara itu penduduk
Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan Mesir. Pagi harinya,
ternyata Allah Swt. telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam satu
malam.
Kisah 6
Imam
al-Haramain menceritakan karamah `Umar lainnya. ‘Umar pernah memimpin suatu
pasukan ke Syam. Kemudian ada sekelompok orang menghalanginya, sehingga ‘Umar
berpaling darinya. Lalu sekelompok orang tadi menghalanginya lagi, `Umar pun
berpaling darinya lagi. Sekelompok orang tadi menghalangi `Umar untuk ketiga
kalinya dan ‘Umar berpaling lagi darinya. Pada akhirnya, diketahui bahwa di
dalam sekelompok orang tersebut terdapat pembunuh ‘Utsman dan Ali r.a.
Kisah 7
Dalam kitab Riyadh
al-Shalihin, Imam Nawawi mengemukakan bahwa Abdullah bin `Umar r.a.
berkata, “Setiap kali `Umar mengatakan sesuatu yang menurut prasangkaku begini,
pasti prasangkanya itu yang benar.”
Saya tidak
mengemukakan riwayat dari Ibnu `Umar tersebut dalam kitab Hujjatullah ‘ala
al-’Alamin. Kisah tentang Sariyah dan sungai Nil yang sangat terkenal juga
disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Munawi al-Kubra. Dalam kitab tersebut
juga dikemukakan karamah ‘Umar yang lainnya yaitu ketika ada orang yang
bercerita dusta kepadanya, lalu `Umar menyuruh orang itu diam. Orang itu
bercerita lagi kepada `Umar, lalu Umar menyuruhnya diam. Kemudian orang itu
berkata, “Setiap kali aku berdusta kepadamu, niscaya engkau menyuruhku diam.”
Kisah 8
Diccritakan
bahwa ‘Umar bertanya kepada seorang laki-laki, “Siapa namamu?” Orang itu
menjawab, “Jamrah (artinya bara).” `Umar bertanya lagi, “Siapa ayahmu?” Ia
menjawab, “Syihab (lampu).” `Umar bertanya, “Keturunan siapa?” Ia menjawab,
“Keturunan Harqah (kebakaran).” ‘Umar bertanya, “Di mana tempat tinggalmu?” Ia
menjawab, “Di Al Harrah (panas).” `Umar bertanya lagi, “Daerah mana?” Ia
menjawab, “Di Dzatu Lazha (Tempat api).” Kemudian `Umar berkata, “Aku melihat keluargamu
telah terbakar.” Dan seperti itulah yang terjadi.
Kisah 9
Fakhrurrazi
dalam tafsir surah Al-Kahfi menceritakan bahwa salah satu kampung di Madinah
dilanda kebakaran. Kemudian `Umar menulis di secarik kain, “Hai api, padamlah
dengan izin Allah!” ‘Secarik kain itu dilemparkan ke dalam api, maka api itu
langsung padam.
Kisah 10
Fakhrurrazi
menceritakan bahwa ada utusan Raja Romawi datang menghadap `Umar. Utusan itu
mencari rumah `Umar dan mengira rumah ‘Umar seperti istana para raja.
Orang-orang mengatakan, “‘Umar tidak memiliki istana, ia ada di padang pasir
sedang memerah susu.” Setelah sampai di padang pasir yang ditunjukkan, utusan
itu melihat `Umar telah meletakkan kantong tempat susu di bawah kepalanya dan
tidur di atas tanah. Terperanjatlah utusan itu melihat `Umar, lalu berkata,
“Bangsa-bangsa di Timur dan Barat takut kepada manusia ini, padahal ia hanya
seperti ini. Dalam hati ia berjanji akan membunuh `Umar saat sepi seperti itu
dan membebaskan ketakutan manusia terhadapnya. Tatkala ia telah mengangkat
pedangnya, tiba-tiba Allah mengeluarkan dua harimau dari dalam bumi yang siap
memangsanya. Utusan itu menjadi takut sehingga terlepaslah pedang dari
tangannya. ‘Umar kemudian terbangun, dan ia tidak melihat apa-apa. ‘Umar
menanyai utusan itu tentang apa yang terjadi. Ia menuturkan peristiwa tersebut,
dan akhirnya masuk Islam.
Menurut
Fakhrurrazi, kejadian-kejadian luar biasa di atas diriwayatkan secara ahad
(dalam salah satu tingkatan sanadnya hanya ada satu periwayat). Adapun yang
dikisahkan secara mutawatir adalah kenyataan bahwa meskipun `Umar menjauhi
kekayaan duniawi dan tidak pernah memaksa atau menakut-nakuti orang lain, ia
mampu menguasai daerah Timur dan Barat, serta menaklukkan hati para raja dan
pemimpin. Jika anda mengkaji buku-buku sejarah, anda tak akan menemukan
pemimpin seperti ‘Umar, sejak zaman Adam sampai sekarang. Bagaimana ‘Umar yang
begitu menghindari sikap memaksa bisa menjalankan politiknya dengan gemilang.
Tidak diragukan lagi, itu adalah karamahnya yang paling besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar