Hadits Arba’in Nomor 26, Bagian
Kedua
Di antara
kandungan hadits Rasulullah saw dalam kitab Arba'in Nawawiyyah yang
ke-26 ini adalah pelajaran kepada manusia untuk
mensyukuri nikmat Allah swt yang sangat melimpah dan tidak dapat dihitung.
mensyukuri nikmat Allah swt yang sangat melimpah dan tidak dapat dihitung.
Sebab, hadits Arba'in ini bisa
dimaknai atau dipahami, “diciptakan oleh Allah terdiri dari banyak ruas,
semuanya ada tiga ratus enam puluh (360) ruas. Setiap ruas ini mencerminkan
kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia. Oleh karena itu, setiap ruas ini
diperintahkan untuk bersedekah, sebab atas nama setiap ruas ini merupakan
ekspresi dan bentuk syukur manusia kepada Allah.” (lihat Ibn Rajab al-Hanbali
dalam Jami' al-Ulum wa al-Hikamsaat menjelaskan hadits ini).
Kewajiban manusia untuk mensyukuri
nikmat penciptaan manusia yang terdiri dari susunan ruas-ruas dan organ-organ
ini telah diisyaratkan dalam QS Al-Infithar: 6-8, QS Al-Mulk: 23, QS An-Nahl:
78, QS Al-Balad: 8-9.
Diceritakan bahwa pada suatu malam
seorang ulama bernama al-Fudhail bin 'Iyadh membaca Al-Qur'an surat Al-Balad
ayat 8 sampai 9 ini, lalu ia menangis. Maka orang-orang yang melihatnya
menanyakan apa yang membuatnya menangis? Ia menjelaskan, "Tidakkah engkau
memasuki malam harimu dalam keadaan bersyukur kepada Allah swt yang telah memberikan
dua mata kepadamu dan dengan dua mata ini engkau dapat melihat? Tidakkah engkau
memasuki malam harimu dalam keadaan bersyukur kepada Allah swt yang telah
menjadikan untukmu satu lidah yang dengannya engkau dapat berbicara?"
Fudhail terus menerus menyebutkan organ-organ seperti ini dengan mengajukan
pertanyaan retoris yang sama.
Kenikmatan yang terlupakan
Sebagai penegas terhadap keharusan
untuk mensyukuri nikmat Allah ini, Rasulullah bersabda, “Ada dua kenikmatan,
banyak manusia menjadi merugi gara-gara dua kenikmatan ini, yaitu; nikmat
kesehatan dan nikmat waktu luang.” (HR Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya,
hadits no. 6412).
Bukankah semua ruas tulang belulang
manusia merupakan wujud dari kesehatan yang Allah swt berikan itu? Namun,
sayangnya, sebagaimana tersebut dalam hadits, banyak manusia melupakannya
sehingga mereka menjadi merugi karena tidak mensyukurinya.
Pertanggungjawaban untuk setiap kenikmatan
Semua kenikmatan yang Allah swt
berikan kepada manusia akan dimintai pertanggungjawabannya. Termasuk kenikmatan
yang berupa 360 ruas tulang belulangnya. Caranya adalah dengan menunaikan hak
dan kewajiban setiap ruas tulang belulang tersebut untuk bersedekah,
sebagaimana telah dijelaskan pada tulisan yang lalu.
Hal ini sejalan dengan QS
At-Takatsur: 8 yang menegaskan bahwa manusia akan dimintai pertanggungjawaban
atas segala bentuk kenikmatan yang telah diterimanya. Sejalan pula dengan QS
Al-Isra':36 yang menegaskan bahwa pendengaran, penglihatan dan hati itu akan
dimintai pertanggungjawaban.
Cara mensyukuri nikmat Allah
Ada banyak cara yang dapat dilakukan
manusia untuk mensyukuri nikmat Allah swt. Secara garis besar, mensyukuri
nikmat ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
Mensyukuri dengan hati, dengan mengakui, mengimani dan
meyakini bahwa segala bentuk kenikmatan ini datangnya dari Allah swt semata.
Mensyukuri dengan lisan, dengan memperbanyak ucapanalhamdulillah (segala
puji milik Allah) wasysyukru lillah(dan segala bentuk syukur juga
milik Allah).
Mensyukuri dengan perbuatan.
Mempergunakan segala bentuk kenikmatan Allah untuk
menunaikan perintah-perintah Allah, baik perintah wajib, sunnah maupun mubah.
Mempergunakan segala bentuk kenikmatan Allah dengan
cara menghindari, menjauhi dan meninggalkan segala bentuk larangan Allah, baik
larangan yang haram maupun yang makruh.
Syukur dengan hati, lisan dan
perbuatan ini hendaklah terefleksi dan tercermin pada setiap momentum yang
bersifat zhahir, bahkan yang tersamar sekalipun. Contoh cerminan sikap
mensyukuri nikmat Allah yang tampak secara lahir ini dapat dilihat dalam sikap
Nabi Sulaiman as saat ia mendapati singgasana Bilqis telah ada di sampingnya
dalam sekejap mata. Saat itu Nabi Sulaiman langsung berkata, "Ini
adalah anugerah Allah. Dia bermaksud mengujiku, adakah aku bersyukur ataukah
aku kufur." (QS An-Naml: 40)
Juga tampak dari sikap Raja
Dzulqarnain yang sukses membangun radm (semacam benteng) untuk
menghalau serbuan Ya'juj Ma'juj. Setelah sukses besar yang luar biasa ini, ia
tidak menisbatkan prestasi spektakulernya itu kepada dirinya, akan tetapi
menisbatkannya kepada Allah. Ia berkata, "Ini adalah rahmat dari
Tuhanku." (QS Al-Kahfi: 98)
Sikap yang sebaliknya ditunjukkan
oleh Qarun. Saat ia ditanya oleh kaumnya tentang sukses bisnisnya, ia tidak
menisbatkan sukses itu kepada Allah. Dengan penuh 'ujub, sombong
dan takabbur ia berkata, "Semua ini aku dapatkan
semata-mata karena ilmuku, kepintaranku, kepiawaianku" (QS Al-Qashash:
78). Karena itulah ia diazab Allah.
Nikmat Allah terlalu banyak
Jumlah kenikmatan yang Allah berikan
kepada manusia begitu banyaknya, dan sekiranya manusia bermaksud menghitungnya,
niscaya ia tidak akan mampu melakukannya, sebagaimana QS Ibrahim: 34 dan QS
An-Nahl: 18.
Jika kenikmatan sangat banyak dan
manusia tidak akan mampu menghitungnya, lalu bagaimana kita harus mensyukuri
seluruhnya?
Memang demikianlah adanya, yaitu
bahwa manusia tidak akan mampu mensyukuri seluruh nikmat yang Allah berikan
kepada manusia. Oleh karena itu, jangan ada perasaan, apalagi keyakinan bahwa
manusia akan mampu mengimbangi seluruh kenikmatan Allah dengan mensyukurinya.
Dengan demikian, manusia akan terus berusaha untuk secara terus menerus
mensyukurinya.
Inilah yang dilakukan Rasulullah
saw. Beliau terus melakukan shalat malam yang panjang dan sangat baik, sehingga
telapak kaki beliau bengkak-bengkak. Saat 'Aisyah ra bertanya, “Bukankah dosa
engkau yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah?"
Maka beliau saw menjawab, "Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang
banyak bersyukur?" (HR Muslim, no 2819).
Namun, perasaan bahwa manusia tidak
akan mampu mensyukuri nikmat Allah, bisa menjadi kontraproduktif. Ini akan
menjadikan manusia frustrasi dan putus asa untuk dapat mensyukuri nikmat Allah
dan sikap ini tentunya tidak dibenarkan oleh Islam. Oleh karena itu, ada dua
cara yang ditawarkan Rasulullah dalam hal ini, yaitu:
Setiap hari hendaklah manusia menunaikan shalat Dhuha.
Terkait hal ini beliau bersabda, "Semua itu cukup tergantikan dengan
dua rakaat Dhuha” (HR Muslim, hadits no. 720). Maksudnya, shalat Dhuha
bernilai cukup untuk menggantikan kewajiban setiap ruas tulang belulang manusia
dalam menunaikan kewajibannya untuk bersyukur.
Hendaklah seorang manusia merutinkan membaca dzikir
pagi dan sore dengan bacaan sebagai berikut: Allahumma ma ashbaha
bi (kalau sore membaca: Allahumma ma amsa bi) min
ni'matin auw bi ahadin min khalqika faminka wahdaka la syarika laka, falakal
hamdu walakasy-syukru. Yang artinya "Ya Allah, kenikmatan apa saja
yang engkau berikan kepadaku pada pagi hari ini, atau pada sore hari ini, atau
yang engkau berikan kepada siapa pun dari makhluk-Mu, maka semua itu adalah
dari-Mu semata, tidak ada sekutu bagi-Mu, maka, untuk-Mu segala puji dan
untuk-Mu pula segala syukur."
Rasulullah menjelaskan bahwa siapa
saja yang pada pagi harinya membaca dzikir tersebut, maka ia telah menunaikan
syukurnya pada hari itu. Dan siapa saja yang membaca dzikir tersebut pada sore
harinya, maka ia telah menunaikan syukurnya pada malam hari itu. (HR Abu Daud,
An-Nasa-i, menurut Imam Nawawi, hadits ini Isnad hadits ini
bagus dan Abu Daud tidak mendha'ifkannya. Namun menurut Syekh Nashiruddin
al-Albani hadits ini dha'if)
Syekh Abul Hasan Ubaidullah
al-Mubarakfuri berkata dengan mengutip dari Imam Asy-Syaukani, "Hadits
Rasulullah ini mengandung faedah agung dan perilaku mulia, sebab hadits ini
telah menjelaskan bahwa kosa kata yang singkat dan pendek ini telah mampu
menunaikan kewajiban bersyukur...” (lihatMir'atul Mafatih Syarh Misykatul
Mashabih, juz 8 hal. 148).
NIKMAT YANG SERING TERLUPAKAN
Ibnu 'Abbas RA. berkata bahwa Rasulullah
SAW. bersabda,
"Ada 2 (dua) macam nikmat yang banyak dilupakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan (umur)." (HR. Bukhari)
Allah SWT. telah menganugerahkan kenikmatan dalam berbagai aspek kehidupan. Nikmat Allah teramat luas serta tak terhingga. Manusia manapun tidak akan pernah bisa menghitung berapa banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan. Kebanyakan manusia malah sangat mengingkari nikmat Allah, bukannya bersyukur. Sebagaimana Allah tekankan dalam firman-Nya,
"Ada 2 (dua) macam nikmat yang banyak dilupakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan (umur)." (HR. Bukhari)
Allah SWT. telah menganugerahkan kenikmatan dalam berbagai aspek kehidupan. Nikmat Allah teramat luas serta tak terhingga. Manusia manapun tidak akan pernah bisa menghitung berapa banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan. Kebanyakan manusia malah sangat mengingkari nikmat Allah, bukannya bersyukur. Sebagaimana Allah tekankan dalam firman-Nya,
وَآتَاكُمْ
مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
"Dan Dia telah
memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya
manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah."
(QS. Ibrahim : 34)
Di antara berbagai kenikmatan itu, ada kenikmatan utama yang justru paling sering dilupakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan (umur), seperti yang telah diperingatkan oleh Rasulullah SAW. dalam hadis di atas. Kita seharusnya sadar, bahwa kesehatan merupakan modal dasar dan nikmat yang tak ternilai harganya. Bayangkan, seandainya kita bergelimang dengan harta, kemewahan, kedudukan, keluarga selebritis, tetapi badan sakit-sakitan, semua itu menjadi tidak bermakna. Begitu juga kalau jatah umur kita habis, semua itu menjadi tidak berguna. Kita wajib bersyukur atas semua nikmat tersebut. Allah SWT berjanji, "Kalau kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat-Ku."
Wujud syukur yang malah menjadi salah kaprah adalah pesta ulang tahun. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya. Umur itu bukan untuk diperingati setiap tahun dengan meniup lilin dan ucapan happy birthday to you, dilanjutkan pesta pora. Apabila hidup ini hanya diisi dengan hura-hura, hingga meninggalkan shalat serta amal ibadah lainnya, melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya, ketika malaikat maut menjemput, kita akan merasakan penyesalan abadi.
Allah SWT. memperingatkan dalam Surat Al Mu'minun ayat 99-100, ada orang yang sangat menyesal saat malaikat maut menjemput, hingga orang itu berteriak,
"Rabbir-ji'uun. La'alli a'malu shalihan fiima taraktu...." (Ya Tuhanku, kembalikan ruhku ke dunia, agar bisa berbuat amal saleh....) Nau'dzubillah mindzalik !
Allah SWT. menganugerahkan umur dan kesehatan kepada kita. Artinya, Allah SWT. memberi peluang dan kesempatan kepada kita untuk beramal saleh, peluang untuk bertobat, bukan untuk pesta pora, sekadar mengejar kesenangan hidup yang ujung-ujungnya kemudaratan dan kemaksiatan. Abu Shafwan Abdullah bin Busrin Al Aslamiy RA. berkata bahwa Rasulullah SAW. mengingatkan umatnya,
"Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya serta baik pula amal perbuatannya." (HR. At Tirmidzi)
Istilah umur berasal dari kata dasar omara yang bermakna pula makmur atau subur. Jadi yang dimaksud umur adalah usia yang subur dengan amal saleh. Boleh jadi orang berusia 60 tahun atau 70 tahun, tetapi umurnya masih balita atau malah nol tahun karena jauh dari tuntunan agama.
Umur dan hidup manusia itu diatur dan ditentukan Allah. Manusia tidak mampu mempertahankan fisiknya walau dipelihara dan dimanja obat-obatan, suplemen, vitamin, olah raga, dan sebagainya, akhirnya lemah juga. Surat Al-Hajj ayat 5, intinya mengingatkan kita;
Di antara berbagai kenikmatan itu, ada kenikmatan utama yang justru paling sering dilupakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan (umur), seperti yang telah diperingatkan oleh Rasulullah SAW. dalam hadis di atas. Kita seharusnya sadar, bahwa kesehatan merupakan modal dasar dan nikmat yang tak ternilai harganya. Bayangkan, seandainya kita bergelimang dengan harta, kemewahan, kedudukan, keluarga selebritis, tetapi badan sakit-sakitan, semua itu menjadi tidak bermakna. Begitu juga kalau jatah umur kita habis, semua itu menjadi tidak berguna. Kita wajib bersyukur atas semua nikmat tersebut. Allah SWT berjanji, "Kalau kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat-Ku."
Wujud syukur yang malah menjadi salah kaprah adalah pesta ulang tahun. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya. Umur itu bukan untuk diperingati setiap tahun dengan meniup lilin dan ucapan happy birthday to you, dilanjutkan pesta pora. Apabila hidup ini hanya diisi dengan hura-hura, hingga meninggalkan shalat serta amal ibadah lainnya, melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya, ketika malaikat maut menjemput, kita akan merasakan penyesalan abadi.
Allah SWT. memperingatkan dalam Surat Al Mu'minun ayat 99-100, ada orang yang sangat menyesal saat malaikat maut menjemput, hingga orang itu berteriak,
"Rabbir-ji'uun. La'alli a'malu shalihan fiima taraktu...." (Ya Tuhanku, kembalikan ruhku ke dunia, agar bisa berbuat amal saleh....) Nau'dzubillah mindzalik !
Allah SWT. menganugerahkan umur dan kesehatan kepada kita. Artinya, Allah SWT. memberi peluang dan kesempatan kepada kita untuk beramal saleh, peluang untuk bertobat, bukan untuk pesta pora, sekadar mengejar kesenangan hidup yang ujung-ujungnya kemudaratan dan kemaksiatan. Abu Shafwan Abdullah bin Busrin Al Aslamiy RA. berkata bahwa Rasulullah SAW. mengingatkan umatnya,
"Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya serta baik pula amal perbuatannya." (HR. At Tirmidzi)
Istilah umur berasal dari kata dasar omara yang bermakna pula makmur atau subur. Jadi yang dimaksud umur adalah usia yang subur dengan amal saleh. Boleh jadi orang berusia 60 tahun atau 70 tahun, tetapi umurnya masih balita atau malah nol tahun karena jauh dari tuntunan agama.
Umur dan hidup manusia itu diatur dan ditentukan Allah. Manusia tidak mampu mempertahankan fisiknya walau dipelihara dan dimanja obat-obatan, suplemen, vitamin, olah raga, dan sebagainya, akhirnya lemah juga. Surat Al-Hajj ayat 5, intinya mengingatkan kita;
- Manusia berasal dari saripati tanah, tetes mani, kemudian menjadi segumpal darah. Dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, menjadi tulang kemudian dibalut dengan daging, Allah tetapkan dalam rahim sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian lahir bayi.
- Berangsur-angsur ada yang sampai dewasa, tua, muda belia, kadang ada yang sudah dipanggilnya, dan bahkan kadang anak kecil atau bayi.
- Ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun sehingga tidak sadar lagi bahwa dirinya itu manusia.
- Semua itu Allah yang mengatur. Allah mempunyai hak prerogatif kapan saja memanggil hamba-Nya, untuk menghadap dan sekaligus mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan dirinya.
Umur panjang adalah anugerah Allah Artinya, Allah
memberi peluang dan kesempatan kepada kita untuk beramal saleh dan untuk
bertobat.
Rasulullah SAW. mengingatkan kita,
"Barang siapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia orang yang mendapat rahmat. Dan barangsiapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia orang yang merugi. Serta barangsiapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka orang itu terlaknat."
Imam Ali RA. menyebutkan, rezeki yang tidak dapat diperoleh hari ini masih bisa diharapkan diperoleh esok. Namun umur (waktu) yang berlalu hari ini, tidak mungkin dapat diharapkan besok.
Dalil-dalil dan keterangan tersebut menasihati kita agar bertambah hari (umur), bertambah ilmu dan bertambah terus amal saleh kita sebagai wujud syukur atas jatah usia yang Allah anugerahkan. Jangan seperti yang disindir Allah dalam Surat Al Hadid ayat 16 yaitu,
Rasulullah SAW. mengingatkan kita,
"Barang siapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia orang yang mendapat rahmat. Dan barangsiapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia orang yang merugi. Serta barangsiapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka orang itu terlaknat."
Imam Ali RA. menyebutkan, rezeki yang tidak dapat diperoleh hari ini masih bisa diharapkan diperoleh esok. Namun umur (waktu) yang berlalu hari ini, tidak mungkin dapat diharapkan besok.
Dalil-dalil dan keterangan tersebut menasihati kita agar bertambah hari (umur), bertambah ilmu dan bertambah terus amal saleh kita sebagai wujud syukur atas jatah usia yang Allah anugerahkan. Jangan seperti yang disindir Allah dalam Surat Al Hadid ayat 16 yaitu,
مِن قَبْلُ
فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ
فَاسِقُونَ
"Orang yang
bertambah usia tetapi bertambah keras hati, dan kebanyakan dari mereka adalah
orang-orang yang fasik, bertambah jauh dari agama."
Sesungguhnya setiap orang diberi jatah waktu yang sama oleh Allah SWT. Enam puluh detik dalam satu menit. Enam puluh menit dalam satu jam. Tujuh hari dalam satu minggu. Persoalannya, mau diisi dengan apa waktu-waktu tersebut ?
Semoga Allah menganugerahkan kekuatan dan kesadaran kepada kita untuk senantiasa bisa mengisi waktu-waktu tersebut dengan hal-hal yang bermanfaat, sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya yang termaktub dalam Al-Quran dan Sunah. Hal ini agar kita tidak menjadi orang-orang yang merugi.
Aamiin.
Sesungguhnya setiap orang diberi jatah waktu yang sama oleh Allah SWT. Enam puluh detik dalam satu menit. Enam puluh menit dalam satu jam. Tujuh hari dalam satu minggu. Persoalannya, mau diisi dengan apa waktu-waktu tersebut ?
Semoga Allah menganugerahkan kekuatan dan kesadaran kepada kita untuk senantiasa bisa mengisi waktu-waktu tersebut dengan hal-hal yang bermanfaat, sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya yang termaktub dalam Al-Quran dan Sunah. Hal ini agar kita tidak menjadi orang-orang yang merugi.
Aamiin.
MENSYUKURI SEDIKIT NIKMAT
Alhamdulillah, puji syukur pada Allah pemberi berbagai
macam nikmat. Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan pada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Setiap saat
kita telah mendapatkan nikmat yang banyak dari Allah, namun kadang ini terus
merasa kurang, merasa sedikit nikmat yang Allah beri. Allah beri kesehatan yang
jika dibayar amatlah mahal. Allah beri umur panjang, yang kalau dibeli dengan
seluruh harta kita pun tak akan sanggup membayarnya. Namun demikianlah diri ini
hanya menggap harta saja sebagai nikmat, harta saja yang dianggap sebagai
rizki. Padahal kesehatan, umur panjang, lebih dari itu adalah keimanan, semua
adalah nikmat dari Allah yang luar biasa.
Syukuri
yang Sedikit
Dari An
Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ
يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang
siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri
sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no.
667). Hadits ini benar sekali. Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri
rizki yang banyak, rizki yang sedikit dan tetap terus Allah beri sulit untuk
disyukuri? Bagaimana mau disyukuri? Sadar akan nikmat tersebut saja mungkin
tidak terbetik dalam hati.
Kita
Selalu Lalai dari 3 Nikmat
Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.
Pertama,
adalah nikmat yang nampak di mata hamba.
Kedua,
adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.
Ketiga,
adalah nikmat yang tidak dirasakan.
Ibnul Qoyyim
menceritakan bahwa ada seorang Arab menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang
itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin. Semoga Allah senantiasa memberikanmu
nikmat dan mengokohkanmu untuk mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan
nikmat yang engkau harap-harap dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan
kontinu dalam melakukan ketaatan pada-Nya. Semoga Allah juga menampakkan nikmat
yang ada padamu namun tidak engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.”
Ar Rosyid terkagum-kagum dengan ucapan orang ini. Lantas beliau berkata,
“Sungguh bagus pembagian nikmat menurutmu tadi.” (Al Fawa’id, Ibnul Qayyim,
terbitan, Darul ‘Aqidah, hal. 165-166).
Itulah
nikmat yang sering kita lupakan. Kita mungkin hanya tahu berbagai nikmat yang
ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah, motor yang bagus, gaji yang wah,
dsb. Begitu juga kita senantiasa mengharapkan nikmat lainnya semacam berharap
agar tetap istiqomah dalam agama ini, bahagia di masa mendatang, hidup
berkecukupan nantinya, dsb. Namun, ada pula nikmat yang mungkin tidak kita
rasakan, padahal itu juga nikmat.
Kesehatan
Juga Nikmat
Bayangan
kita barangkali, nikmat hanyalah uang, makanan dan harta mewah. Padahal kondisi
sehat yang Allah beri dan waktu luang pun nikmat. Bahkan untuk sehat jika kita
bayar butuh biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini
sering kita lalaikan.
Dua nikmat
ini seringkali dilalaikan oleh manusia –termasuk pula hamba yang faqir ini-.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا
كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua
kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”.
(HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
Ibnu
Baththol rahimahullah mengatakan, ”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki
waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang memiliki dua nikmat
ini (yaitu waktu senggang dan nikmat sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan
sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang
diberikan. Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi
setiap larangan Allah. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, maka
dialah yang tertipu.” (Dinukil dari Fathul Bari, 11/230)
Rizki
Tidak Hanya Identik dengan Uang
Andai kita
dan seluruh manusia bersatu padu membuat daftar nikmat Allah, niscaya kita akan
mendapati kesulitan. Allah Ta’ala berfirman,
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا
سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ
لَظَلُومٌ كَفَّارٌ( إبراهيم
“Dan Dia
telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan
jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya.
Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan banyak mengingkari (nikmat Allah).”
(QS. Ibrahim: 34).
Bila semua
yang ada pada kita, baik yang kita sadari atau tidak, adalah rizki Allah tentu
semuanya harus kita syukuri. Namun bagaimana mungkin kita dapat mensyukurinya
bila ternyata mengakuinya sebagai nikmat atau rejeki saja tidak?
Saudaraku!
kita pasti telah membaca dan memahami bahwa kunci utama langgengnya kenikmatan
pada diri anda ialah sikap syukur nikmat. Dalam ayat suci Al Qur’an yang
barangkali kita pernah mendengarnya disebutkan,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن
شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ
"Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).
Alih-alih mensyukuri nikmat, menyadarinya saja tidak. Bahkan dalam banyak
kesempatan bukan hanya tidak menyadarinya, akan tetapi malah mengingkari dan
mencelanya. Betapa sering kita mencela angin, panas matahari, hujan dan
berbagai nikmat Allah lainnya?
Ibnu Abi
Hatim meriwayatkan bahwa Al Fudhail bin ‘Iyadh mengisahkan: “Pada suatu hari
Nabi Dawud ‘alaihissalam berdoa kepada Allah: Ya Allah, bagaimana mungkin aku
dapat mensyukuri nikmat-Mu, bila ternyata sikap syukur itu juga merupakan
kenikmatan dari-Mu? Allah menjawab doa Nabi Dawud ‘alaihissalam dengan
berfirman: “Sekarang engkau benar-benar telah mensyukuri nikmat-Mu, yaitu
ketika engkau telah menyadari bahwa segala nikmat adalah milikku.” (Dinukil
dari Tafsir Ibnu Katsir)
Imam As
Syafii berkata, “Segala puji hanya milik Allah yang satu saja dari nikmat-Nya
tidak dapat disyukuri kecuali dengan menggunakan nikmat baru dari-Nya. Dengan
demikian nikmat baru tersebutpun harus disyukuri kembali, dan demikianlah
seterusnya.” (Ar Risalah oleh Imam As Syafii 2)
Wajar bila
Allah Ta’ala menjuluki manusia dengan sebutan “sangat lalim dan banyak
mengingkari nikmat, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas dan juga pada ayat
berikut,
وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ
يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الْإِنسَانَ لَكَفُورٌ
“Dan
Dialah Allah yang telah menghidupkanmu, kemudian mematikanmu, kemudian
menghidupkanmu (lagi), sesungguhnya manusia itu, benar-benar sering mengingkari
nikmat.” (QS. Al Hajj: 66)
Artinya di
sini, rizki Allah amatlah banyak dan tidak selamanya identik dengan uang. Hujan
itu pun rizki, anak pun rizki dan kesehatan pun rizki dari Allah.
Surga
dan Neraka pun Rizki yang Kita Minta
Sebagian
kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan. Setiap
meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu. Perlu kita ketahui
bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah surga
(jannah). Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang sholeh. Surga
adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah
didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambarkan dalam benak pikiran.
Setiap rizki yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang
dimaksudkan adalah surga itu sendiri. Hal ini sebagaimana maksud dari firman
Allah Ta’ala,
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Supaya
Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezki yang mulia.”
(QS. Saba’: 4)
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ
صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا
“Dan
barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah
akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah
memberikan rezki yang baik kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 11)
Teruslah
bersyukur atas nikmat dan rizki yang Allah beri, apa pun itu meskipun sedikit.
Yang namanya bersyukur adalah dengan meninggalkan maksiat dan selalu taat pada
Allah. Abu Hazim mengatakan, “Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk
mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” Mukhollad bin Al Husain
mengatakan, “Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.” (‘Iddatush
Shobirin, hal. 49, Mawqi’ Al Waroq)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar